FEB
05

Perpustakaan Komik yang Masih Bertahan

Thursday, 05 February 2015     View: 43

Thursday, 05 February 2015, 13:50 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Seorang laki-laki berkacamata tebal duduk di belakang sebuah meja. Wajahnya nyaris tak kelihatan karena tertutup tumpukan puluhan buku. Di kiri, kanan, depan, bahkan belakang lelaki itu berjajar buku-buku komik terbitan lama maupun baru. Ruangan itu nyaris tak bersisa diisi ribuan komik.
Inilah perpustakaan Kaw Raya. Satu di antara sedikit perpustakaan komik yang masih tersisa di Kota Malang. Lelaki di balik meja itu adalah Hendrik (34 tahun). Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada 2004, ia membuka perpustakaan ini. Perpustakaannya tak pernah sepi pengunjung. Setiap hari selalu ada anak sekolah, mahasiswa, atau bahkan pegawai kantoran yang meminjam buku ke perpustakaannya.
Ia mengenang kenangan itu dengan manis. Setiap hari selalu ada anak sekolah yang mampir ke perpustakaannya. Bertanya komik mana yang bagus, ceritanya seperti apa, kenapa yang ini tidak bagus yang itu bagus, kenapa yang ini untuk orang dewasa yang itu tidak dan sebagainya.
Itu dulu. Sekarang, Hendrik mengaku jarang mendengar kalimat tanya itu lagi. ''Sekarang tidak pernah ada yang bertanya, bahkan sangat jarang sekali yang mampir,'' ujarnya.
Hendrik mengatakan, sepuluh tahun yang lalu, saat warung internet belum menjamur, perpustakaan komik adalah primadona. Di tempat itu, anak sekolah menghabiskan waktu mereka.
Di kawasan ia mangkal saat ini, Hendrik mengaku dulu ada tujuh perpustakaan komik. Kini, hanya ia yang masih bertahan. Perpustakaan komik tak hanya ada di Kota Malang. Di beberapa kota, seperti Surabaya dan Yogyakarta, juga menjamur perpustakaan komik.
Hendrik mengatakan, dulu ada begitu banyak anak sekolah di perpustakaannya. Budaya literasi di kota ini cukup kuat. Walaupun saat itu sudah menjamur rental video game, perpustakaan komik tetap menjadi sentral anak sekolah berkumpul.
Kejayaan perpustakaan komik lenyap seiring perubahan zaman. Hendrik mengatakan, sekitar empat tahun yang lalu kejayaan perpustakaan komik meredup. Anak sekolah lebih memilih untuk berkumpul di warnet atau bermain game online. Ditambah dengan semakin mudahnya masyarakat mengakses internet, di mana komik dapat dibaca gratis. 
Dulu, Hendrik membuka perpustakaannya sejak pukul 11.00 WIB. Sekarang, ia memilih buka pada malam hari. Pelanggannya kebanyakan orang-orang yang sudah bekerja. Mereka pelanggan setia yang sejak SMP meminjam dan membaca komik di perpustakaannya.
''Sekarang tidak mungkin lagi bisa hidup dari komik. Kalo dulu bisa, bahkan dulu ada agen yang bisa membeli rumah dari komik,'' kata Hendrik.
Harga meminjam satu komik dipatoknya hanya Rp 2.000. Dengan jumlah pelanggan yang kian melorot, Hendrik mengatakan tidak mungkin sepenuhnya hidup bergantung pada perpustakaan komik.
Namun, karena sudah menjadi hobi, ia tetap menjalankan perpustakaan ini. Hendrik sedikit kilas balik dan berkisah, dahulu pembaca komik sering datang ke perpustakaannya sambil berdiskusi dan berbagu referensi komik yang bagus. Kondisi itu sangat kontras pada saat ini.
''Dulu saking menjamurnya, di dekat Universitas Brawijaya saja ada tujuh. Itu cuma yang di pinggir jalan, belum lagi yang di gang-gang banyak sekali perpustakaan komik,'' kata Hendrik.
c74  ed: Andi Nur Aminah

Sumber : www.republika.co.id

The Leading Information of Bussiness and Technology

Kampus Wonorejo : Jl. Wonorejo Utara 16 Rungkut, Surabaya

WhatsApp: 085157347746

Sosial Media: @uhwperbanaslib 

Email: unit.perpustakaan@hayamwuruk.ac.id

Follow Me:

Whatsapp
Instagram
Youtube
Facebook
Twitter
Email


Dapatkan Informasi Disini